Menggambarmu di Meja
"Ada yang tidak beres dengan matamu," bisik seseorang di kepalaku, saat kulihat kamu berjalan beriringan dengan seorang perempuan. "Wahahaha... Dia bawa perempuan, mampus! Sakit hati, kan, kau?" Ujarnya lagi.
Sebentar. Aku harus mencari tahu apa yang kurasakan. Diam dulu di sana, biar aku memikirkannya.
Satu: Rasanya tidak ada yang aneh.
Dua: Agak mengganggu mata, sih.
Tiga: Hmm...
Empat: Aku tidak cemburu.
Lima: Apa ini? Kenapa orang-orang itu lebih sibuk dariku? Mereka merasakan patah hati? Atau cuma menggodaku?
Enam: Yahahaha... Mereka bilang aku cemburu?
Tujuh: Baiklah, aku sedikit terganggu, tapi tidak cemburu, atau kecewa. Oke?
Delapan: Apa? Kamu bilang aku melarikan diri? Menyembunyikan apa yang seharusnya tidak disembunyikan? Kamu sok mengenal diriku. Sudah kukatakan aku baik-baik saja.
Sembilan: Terganggu karena apa? Terganggu karena aku tidak khusyuk menggambarnya dari meja ini. Tapi, sudahlah, toh aku bisa menggambarnya kapan saja.
Sepuluh: Haha... Iya, sih. Kami belum berkenalan. Bahkan dalam mimpiku pun kami belum berkenalan. Dan karena itu pula, aku baik-baik saja. Ini bisa aku ibaratkan seperti menggambar objek dari jarak aman.
"Oke, terus kenapa kamu lemas, gitu?"
"Belum makan!"
"Tadi kan sudah makan ketoprak."
"Lapar lagi."
"Kamu selalu banyak makan kalau sedang patah hati, kan?"
"Gimana mau banyak makan, orang lagi sakit tenggorokan..."
"Alah! Alasan saja kamu... Bilang saja patah hati."
"Stop! Keluar dari kepalaku sekarang!"
"Hahaha... Tuh, kan, kamu marah padaku..."
"Marah karena kamu melulu mengatakan aku patah hati. Apa kamu akan senang bilang aku mengiyakan padahal aku sendiri tidak merasa demikian?"
"Oke, oke, aku tidak akan mengatakannya lagi. Hahahaha... Tapi.. Apa benar kamu tidak merasa patah hati?"
"Sundal, kau! Keluar!"
0 Comments