Tamu Mimpi
Pada Minggu (15/12), saya menemukan artikel Ceu Selvi di kolom teater Kompas. Mungkin bila saya orang yang cukup mudah mengeluarkan air mata, di kafetaria Hotel Le Dian itu adalah tempat saya menangis sejadi-jadinya. Tapi, karena air mata pun sebebal diri saya. Jadi, saya hanya bisa mengelus dada yang terasa sesak. Sekaligus, memejamkan mata berulang kali, sebab telinga saya seolah mendengar suara narasumber Ceu Selvi, Nandang Aradea. Ia seperti duduk di sofa seberang saya, dan bercerita seperti dahulu. Mungkin itu hanya halusinasi saja.
Tapi, bila beberapa hari kemudian ia datang ke dalam mimpi saya, dan menceritakan betapa hebatnya Teater Studio Indonesia saat pentas di Tokyo, apa itu bentuk halusinasi juga?
Tapi, bila beberapa hari kemudian ia datang ke dalam mimpi saya, dan menceritakan betapa hebatnya Teater Studio Indonesia saat pentas di Tokyo, apa itu bentuk halusinasi juga?
*
Saya tidak tahu kami bertemu di mana, seperti sebuah panggung dengan latar serba hitam. Di kursi bambu itu ia duduk dengan mengangkat kedua kakinya ke atas--seperti jongkok, kadang ia juga menurunkannya.
"Jadi begini, Te," ia memulai cerita. Tangannya memeta ke sana ke mari sesuai ritme bicaranya, semangat sekali. Katanya, masyarakat Tokyo terpukau melihat penampilan aktor Teater Studio Indonesia di sana. Katanya, semua aktornya tampil dengan maksimal meskipun cuaca sangat dingin.
"Katanya TSI mau ada garapan baru, beh?"
"Iya, Te. Mau garap Perempuan Gerabah lagi. Pokoknya ini lebih dahsyat. Kau jadi aktrisnyalah,"
"Waduh, beh, berat itu. Aku nggak bisa.
Malu pula."
"Akh, kau ini. Minta ajarilah ke emak. Tinggal
di sana barang sebulan. Nanti juga bisa."
"Tapi, beh. Aku kan bukan aktris teater."
"Halah, makanya belajar. Kau ini kebiasaan...,"
"Iya, sih, beh. Nanti aku belajar, deh. Hehe. Makanya babeh istirahat dulu, aja, ya,""Saya sudah terlalu banyak beristirahat, Te. Hehehe"
Duar!
Terdengar suara kembang api di atas kami. Mata kami bertemu. Babeh tersenyum dan mengangguk. Dari rautnya seolah menyuruh saya segera melihat apa yang terjadi. Suara kembang api kedua terdengar lagi. Mata saya mengerjap. Setelah sadar, saya segera bangun dan tergesa menuju pintu kamar.
"Petasan kurang ajar! Lu tau gak gue lagi mimpiin siapa?" Rutuk saya sembari menunjuk langit. Nun di Untirta sana, mahasiswa dari kubu pemenang Pemilu Raya sedang pesta pora. Sialan.
*
Nah, beh, apa kabarmu? Malam ini datanglah ke mimpi saya. Tapi, ketika nanti kita bertemu, dan sebelum kita berbincang tentang apa saja, ijinkan saya menelan obat sakit gigi dulu.
0 Comments