Untuk Lelakiku, Kelak
Betapa hari begitu pendek setelah rencana ke rencana yang panjang. Setelah pertemuan pertama, kamu menjadi upaya untuk kebangkitan lainnya. Tapi, aku tidak memiliki cara untuk memulai, kerikil di tepi jalan ini seperti memaku untuk melangkah ke arahmu.
Lelakiku, apa yang kamu pikirkan sekarang? Kamu bisa menebak apa yang aku pikirkan, tapi aku tidak bisa melakukan hal yang sama. Rasanya curang sekali. Karena pikiran itu jahat, maka katakan saja apa yang sedang kamu pikirkan sekarang. Kenapa kamu berpikir seperti itu dan lain sebagainya. Hanya saja, kamu harus ingat, tidak memaki dan menggunakan kalimat buruk juga termasuk kebaikan. Kebaikan buat hatimu, kebaikan buat yang mendengar.
Sayangku, aku tidak ingin mendengar kamu terus mengulang cerita hari lalu. Karena kita tidak akan pernah bisa meminta waktu untuk memutar dirinya sendiri hanya untuk memperbaiki hal-hal yang menurut kita keliru. Penyesalan itu, sayang, hanya ketaikucingan lainnya yang tidak perlu. Tugas kita hari ini adalah memperbaiki kekeliruan yang pernah dilakukan itu. Bersikap lebih baik, berbuat lebih banyak, dan menjalani hari-hari yang terkadang membosankan ini bersama. Tapi, rasanya aku tidak akan menemukan kebosanan itu lagi
Memang, pertemuan kita sangat terlambat. Keterlambatan yang patut dimaki, sekaligus disyukuri. Kita bisa saling meledek kesialan yang pernah terjadi sebelum pertemuan ini. Mungkin, jika kita dipertemukan lebih awal, kita tidak akan sebebas ini menertawakan berbagai hal. Termasuk kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan. Toh, dari kesalahan itu kita belajar berbagai hal. Termasuk bertahan hidup dan cara menyembuhkan luka sesegera mungkin, tanpa menyakiti siapapun lagi. Aku sudah bilang bukan?
Bagaimanapun, segala yang terjadi di hari lalu adalah bagian dari kita, bukan? Tugas kita sekarang hanya melewati hari ini dengan hal-hal sederhana saja. Misalnya, kau membaca koran di beranda atau di halaman belakang, aku menyuguhkan secangkir kopi. Tidak ada ponsel di pagi dan di saat kita berbincang, love. Tidak sopan dan tidak baik untuk kesehatan juga.
Oh, tentu. Mungkin nanti kita akan sedikit bertengkar tentang beberapa hal. Kesalahpahaman sudah biasa kita lewati, bukan? Tinggal kita saling memberi tanda 'maaf', baik yang diucapkan maupun hanya berupa pelukan saja. Aih! Sungguh sangat sederhana bila memikirkan hal itu. Tapi, kenyataannya terkadang kita tidak bisa melakukannya karena berbagai alasan. Kekesalan yang naik hingga level tertinggi, kekecewaan yang sudah masuk kategori tidak bisa ditoleransi dan sebagainya. Aku rasa, kita akan bisa melewati hal-hal semacam itu dengan lebih tenang.
Tapi, jika tidak bisa meredam emosi dengan segera, mari kita berdiam diri sementara dan kembali seperti sedia kala. Tentu saja, tidak boleh melebihi tiga hari untuk berdiam diri. Konon, Malaikat menggarisbawahi 'dosa' di hari keempat. Aih, jangan tanya siapa yang mengatakan itu. Anggap saja itu gosip yang memadai.
Love, apa kamu sudah makan? Maafkan aku tidak menyediakan untukmu. Barangkali nanti akan aku buatkan sesuatu. Meski rasanya tidak sebaik buatan koki handal, tapi akan aku usahakan. Kalau kamu tidak terlalu sibuk, jangan sungkan pergi ke dapur bersamaku. Rasanya pasti beda bila kita berdua yang memasaknya. Bagaimana?
Aduh, sudah pukul 03.03 WIB, dan aku belum menyelesaikan puisiku. Aku selesaikan di sini dulu, ya. Beritahu aku jika kamu ingin bertemu.
With Love
0 Comments