Saat siaran di hari Rabu (26/12/2017), saya melihat poster film The Dance Horse. Ingatan saya langsung menuju pada Aldo dan tentu saja Mang Asep. Aldo, si kuda yang menjadi icon Kuda Pustaka Rangkasbitung itu pertama kali bertemu dengan saya ketika mereka berdua melakukan perjalanan Keliling Banten dalam misi literasi. Meskipun saya hanya bertemu sebentar.

Saat itu, setelah mampir di Banten Girang, Kuda Pustaka Keliling Banten meneruskan perjalanan ke Cilegon dan saya digusur naik dokar dalam keadaan sedang maskeran. Tidak hanya itu, saya juga tidak membawa dompet atau uang sepeser pun untuk ongkos pulang. Alhasil, tiga orang anak manusia ditarik Aldo menuju Cilegon. Sebenarnya, saya tidak tega untuk naik. Tapi, pemaksaan dua anak manusia paling belegug di dunia itu sekaligus ancaman bala-bala ala Mang Asep, akhirnya membuat saya memutuskan untuk menyemangati Aldo dengan 'es krim'. Meskipun saya tahu, Aldo lebih suka apel merah tanpa gombal seperti saya.

Rencananya, tahun 2018 ini, tepatnya Agustus 2018 saya akan ikut serta dalam Kuda Pustaka Keliling Jawa dan Bali. Tentu saja Aldo harus ikut bersama teman kuda lainnya yang akan bergantian menarik dokar dan buku. Tapi, panjang dan pendek usia siapa yang bisa memprediksi? Aldo pergi dalam usianya yang tua.

Meskipun tulisan ini sangat terlambat, tapi saya harap Mang Asep sebagai soulmate Aldo bisa menerimanya dengan lapang dada. Semoga Kuda Pustaka Rangkasbitung segera memiliki icon pengganti. Bukan hendak menyisihkan atau melupakan Aldo sebagai icon pertama, tapi meneruskan apa yang telah Mang Asep dan Aldo lakukan, itu juga pasti keinginan Aldo.

Karena itu, setelah melalui diskusi singkat dengan Dewan Redaksi @beritaing yang memproduksi kaos "Aing Asep, Dia Saha?" dan "Aing Baturna Asep, Dia Saha?" memutuskan untuk menyumbangkan 20% penjualan kaos ini untuk membantu menghadirkan icon baru Kuda Pustaka Rangkasbitung.

Silakan dipesan ke nomor yang tertera di gambar itu, ya. Mari berbagi.